Tapi hidup itu pilihan. Setiap pilihan itu akan selalu diikuti oleh risiko. Ini adalah risiko yang harus aku hadapi karena pilihan-pilihanku sebelumnya. Dan aku selalu bisa memilih lagi, untuk memperbaiki kesalahan akibat pilihan sebelumnya-atau bisa juga memperkeruh kondisi. Hal 176
"Lo... nggak rela gue nikah dengan Dewo?" Aku memberanikan diri untuk menembaknya.
"Apa masih penting, Nin? Gue rasa enggak, udah nggak penting." Lanang sama sekali tidak menatapku.
"Penting, Nyet. Penting buat gue." Suaraku terdengar parau, "Lo nggak rela gue menikah?"
"Sudahlah, Nin. Lupakan. Gue ngaco aja tadi,"
"Lanang. Please jawab. Lo nggak rela?" Suaraku melirih.
"Nggak!" Ia menatap manik mataku, "Puas lo?"
Life goes on. Tapi terkadang ada kenangan-kenangan indah yang membuat seseorang enggan melangkah menuju masa depan. Itulah yang terjadi dengan Menina. Hubungannya dengan Lanang, sang mantan pacar, begitu membekas di hatinya, bahkan sampai ia dilamar oleh pria lain yang lebih mencintainya.
Ketidakmampuannya melupakan masa lalu membuat Menina secara impulsif memutuskan melakukan perjalanan terakhir bersama Lanang ke Yogyakarta. Siapa yang bisa meramalkan apa yang akan terjadi? Saat Menina dan Lanag berada di Yogyakarta, terjadilah gempa bumi 5,9 SR yang memakan banyak korban.
Menina menyaksikan begitu banyak hal yang membuatnya kembali berpikir tentang hubungannya bersama Lanang dan juga calon suaminya. Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua?
Judul: Pre Wedding Rush
Penulis: Okke 'Sepatumerah'
Penerbit: Stiletto Book
ISBN: 978-602-7572-21-8
Tahun Terbit: 2014
Tebal Buku: 204 halaman; 13x19 cm
Genre: Romance
Kembali dibikin flashback dengan bencana gempa yang terjadi sepuluh tahun lalu. Gempa yang mengguncang Yogyakarta menjadi salah satu latar dari kisah cinta lama belum kelar antara Nina dan Lanang.
Judul: Pre Wedding Rush
Penulis: Okke 'Sepatumerah'
Penerbit: Stiletto Book
ISBN: 978-602-7572-21-8
Tahun Terbit: 2014
Tebal Buku: 204 halaman; 13x19 cm
Genre: Romance
Kembali dibikin flashback dengan bencana gempa yang terjadi sepuluh tahun lalu. Gempa yang mengguncang Yogyakarta menjadi salah satu latar dari kisah cinta lama belum kelar antara Nina dan Lanang.
Lanang adalah lelaki masa lalu Nina yang tukang ngaret, spontan, lebih suka berkelana sampai meninggalkan pekerjaannya di sebuah perusahaan dan juga meninggalkan Nina. Lanang pergi dengan sejuta kenangan yang masih membekas di hati Nina. Membuatnya susah move on, sekalipun sudah ada sosok Dewo yang sangat mencintainya. Bahkan setelah menerima lamaran Dewo, Nina masih ragu. Membuat dia memutuskan untuk mengirim email pada Lanang. Sebuah email yang berbuntut dengan ajakan Lanang untuk sama-sama berangkat dengan kereta api ke Surabaya. Lanang akan turun di Yogyakarta, dan Nina melanjutkan perjalanan ke Surabaya untuk menjalankan prosesi lamaran Dewo atas dirinya. Bertemu kembali dengan Lanang, membangkitkan kenangan saat Nina bersama dengannya. Dan Nina masih belum mampu menolak pesona Lanang. Nina memutuskan ikut turun di Yogyakarta bersama Lanang, menghabiskan waktu sekali lagi dengan Lanang sebelum dia menikah. Nina semakin ragu dengan rencana pernikahannya. Saat bertemu pasangan Sigit dan Ayako yang begitu mesra layaknya dua sahabat, membuatnya bertanya-tanya akan seperti itukah dia dan Lanang apabila mereka menikah? Saat secara impulsif turun di Yogyakarta demi bisa bersama-sama dengan Lanang, Nina tidak pernah berpikir kalau akan mengalami bencana. Nina masih di Yogyakarta saat gempa 5,9 SR mengguncang gempa. Banyak korban berjatuhan, pembagian bantuan yang tidak merata, dan trauma yang menimpa para korban membuat Nina memutuskan untuk tinggal beberapa hari lagi untuk membantu, tanpa memedulikan perasaan Dewo. Dan saat itulah Nina kembali berpikir mengenai rencana pernikahannya dengan Dewo. Terutama saat Nina bisa mengerti mengapa di setiap pertemuannya dengan Ayako, perempuan itu selalu menunjukkan sikap yang tidak bersahabat.
Masa lalu adalah masa lalu, sesekali melihat mungkin perlu, tapi tidak perlu mencoba untuk mengulang lagi apa yang pernah terjadi. Hal 188
Konflik cinta lama belum kelar kembali diangkat dalam novel. Tapi kalau biasanya aku dibikin terpesona dengan sosok si mantan, kali ini aku malah enek sama si Lanang. Novel ini bercerita menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu si Nina. Nina yang tidak sanggup melupakan sosok seorang Lanang, mantan pacarnya yang sudah menjalin hubungan bertahun-tahun dengannya. Aku jadi penasaran, sekeren apa sih si Lanang ini sampai Nina belum sanggup melupakannya bahkan kehadiran Dewo yang perhatian dan sayang banget sama Nina tidak mampu menghapus kenangan Nina atas Lanang. Dan kesan pertama, Lanang memang laki-laki yang asyik. Rasanya hidup nggak akan membosankan kalau bersama Lanang. Penuh petualangan dan spontanitas. Tapi makin ke tengah, poin Lanang mulai berkurang di mata aku. Laki-laki yang sudah jelas-jelas sengaja 'menggoda' perempuan yang akan menikah nggak pernah mendapat simpati dari aku. Yah, salah Nina juga sih yang masih plin-plan tiap berhadapan dengan Lanang. Salah Nina juga, yang sudah jelas-jelas akan menikah, tapi mengiyakan ajakan Lanang. Nah, lewat novel ini kita juga bisa membedakan mana tipe yang lebih pantas dijadikan calon suami. Bisa aku bilang kalau Lanang masuk dalam kategori 'material boyfriend', sementara Dewo 'material husband'. Kalau masih mau pacaran dan have fun, aku akan memilih Lanang. Tapi kalau untuk dijadikan suami? Hmm, I don't think so. Sifat spontanitasnya yang selalu membuat Lanang berbuat tanpa memikirkan konsekuensinya, dan tidak menghargai apa yang sudah dimilikinya.
Cara penulis bercerita ringan dan mengalir, berhasil membuat aku larut dalam emosi. Rasa-rasanya pengen berteriak di muka Nina mengenai betapa bodoh dan egoisnya dia. Pesan penulis mengenai 'do not ever taking someone for granted' tersampaikan dengan baik. Dan cobaan sebelum memasuki dunia pernikahan itu memang macam-macam bentuknya, salah satunya dalam bentuk mantan pacar. Tinggal bagaimana kita membawa diri. Harus lebih banyak berpikir, jangan mengambil keputusan impulsif dan membuat kita menyesali keputusan tersebut. Tapi kadang kita harus mengalami kejadian seperti Nina dulu, baru logika kita bisa jalan.
Karena waktu terus berjalan, membangun banyak cerita, mengubah seseorang, mengubah keadaan. Tidak akan mungkin ketika kita mencoba untuk mengulang semuanya akan menjadi sama seperti dulu. Hal 189
3 of a 5 Stars
0 komentar:
Posting Komentar