Judul: Forever Monday
Penulis: Ruth Priscilia Angelina
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Desain Sampul: Orkha Creative
ISBN: 978-602-03-1006-0
Tebal Buku: 320 halaman;20 cm
Tahun Terbit: 2014
Genre: Metropop, Drama, Romance
Ingga akhirnya mendapatkan hari senin untuk menjadi pacar Eras, playboy yang punya begitu banyak pacar, satu gadis untuk satu hari. Sampai Ingga bertemu Kale, playboy lainnya yang berparas tampan.
Kale mengubah hidup Ingga, memberikan warna di hari-hari kelam gadis itu, mengajarinya bagaimana bersenang-senang dan bagaimana menyayangi dirinya sendiri. Kale membuat hati Ingga jungkir balik, membuat dunia gadis itu porak poranda dengan segala kasih sayangnya yang aneh.
Namun itu bukan berarti Ingga telah berpaling dari Eras. Gadis itu tetap mencintai Eras. Bahkan sampai Kale memintanya secara resmi untuk menjadi pacarnya, Ingga tetap mempertahankan posisinya sebagai pacar hari Senin-nya Eras.
Hari-hari bergulir, di samping kisah cinta yang rumit, fakta demi fakta bermunculan. Fakta bahwa Eras dan Kale dulu adalah sahabat dekat. Dendam lama yang disimpan rapi selama bertahun-tahun kini menuntut pembalasan. Pembalasan yang akan menghancurkan hidup Ingga dan orang-orang yang disayanginya.
Aku harus menarik napas dalam-dalam dulu sebelum mulai mengulas novel ini. Begitu menutup lembaran terakhir novel ini, aku ternganga, dan sesaat kemudian teriak -tapi dalam hati saja- APA-APAAN INIIII???
Forever Monday menceritakan kisah Ingga, Eras, Kale. Sedikit terselip juga kisah Rara -sahabat Ingga-, Adinata -ayah Rara-, Jonathan -sahabat ayah Ingga- dan Wira -yang mengurus Ingga, Gino dan Eras-. Karena trauma dengan kejadian empat tahun yang lalu, Ingga mengalami syok sampai kehilangan sebagian ingatannya. Sikap dan tingkah lakunya jadi berbeda, membuat Gino adiknya jarang pulang. Sepeninggal kedua orangtuanya, Ingga dan Gino harus tinggal dengan Eras, sesuai yang dituliskan ayah mereka di surat wasiat. Ingga jatuh cinta pada Eras sampai mengemis cintanya. Menjadi pacar di hari senin pun Ingga bersedia. Tapi Eras selalu membencinya, Eras memberikan hari senin untuknya, karena hari senin adalah hari tersibuk Eras. Diantara rasa sakit, kecewa dan benci yang diciptakan Eras dalam dirirnya, Ingga bertemu dengan Kale. Another playboy yang memberikan warna tersendiri bagi Ingga. Kale ada setiap Ingga membutuhkannya. Bagi Ingga, Kale adalah matahari, tapi Ingga juga tidak bisa melupakan Eras begitu saja. Karena Eras ibarat rumah buat Ingga. Kemana pun dia pergi, dia akan selalu pulang ke rumah. Saat ingatan Ingga kembali, Kale dan Eras bergantian mendampinginya dengan cara mereka masing-masing. Eras dengan caranya yang kasar tapi sebenarnya dalam hati dia juga mencintai Ingga dan khawatir apabila terjadi sesuatu pada Ingga, dan Kale dengan caranya yang lebih terbuka dan terang-terangan dengan perasaannya. Saat Ingga mengira hidupnya sudah kembali normal seiring dengan kembalinya sebagian ingatannya yang hilang, masalah lain muncul. Lebih besar, lebih pelik dan menyangkut perasaan serta keselamatan Eras, Kale, Gino dan Rara. Cinta, masa lalu dan dendam, semuanya bertubi-tubi menyerang Ingga dan orang-orang tersayangnya.
Novel ini bukan hanya berpusat pada kisah Ingga dan hilang ingatannya saja. Tapi juga masa lalu Eras yang kelam, yang menjadikan dirinya pribadi yang dingin, kasar dan pemarah. Persahabatannya dengan Kale dan apa penyebab rusaknya persahabatan mereka dan juga hubungan Wira dan Adinata dengan masa lalu orangtua Ingga dan Eras. Tadinya kupikir jalan cerita novel ini nggak akan sesuram itu dan jalan cerita yang isinya percintaan melulu. Bukan seperti itu ternyata jalan ceritanya. Kita akan diajak bergalau-galau ria, sedih dan penasaran.
Tapi sebelumnya aku mau sedikit mengkritik editing novel ini. Typo-nya lumayan, dan sempat bikin aku bingung juga, mulai dari Earth Line jadi World Line, Adinata jadi Adinoto (hal 34), dialog tanpa tanda kutip (hal 116 dan halaman-halaman lainnya yang tidak sempat aku tandai), Adinata jadi Jonatahan. Novel ini menggunakan 3rd PoV, tapi di halaman 172 (dialog antara Kale dan ayahnya) tiba-tiba menjadi 1st PoV. Aku juga merasa sedikit aneh dengan cara para tokohnya berdialog. Gino bicara pakai 'aku-kamu' dengan Ingga, sementara dengan lainnya pakai 'lo-gue'. Eras bicara pakai 'saya-kamu' dengan Ingga dan dengan lainnya pakai 'lo-gue'. Begitu juga dengan Kale dan Rara. Sementara Ingga pakai 'aku-kamu'. Sebaiknya, penulis lebih bisa menentukan, kalau memang mau pakai 'aku-kamu', yah semua tokoh dialognya pakai 'aku-kamu' saja, bukan campur-campur. Semoga bisa lebih diperbaiki lagi kalau novel ini akan dicetak ulang -amin-.
Eras dan Kale di sinopsis digambarkan sebagai playboy. Tapi pas masuk ke ceritanya, aura playboy mereka berdua nggak kerasa malah. Harusnya lebih bisa dideskripsikan karena memang ceritanya menggunakan sudut pandang orang ketiga, bukan sudut pandang orang pertama. Dan profesi keduanya sebagai pengusaha sukses, tapi kesan yang aku dapat malah lebih menunjukkan kalau mereka bukan pengusaha sukses, melainkan anak dari pengusaha sukses saja. Terutama sosok Kale. Usia Eras dan Kale 26 tahun, tapi penulis lebih menggambarkan sifat dan gaya berpakaian mereka seperti remaja kebanyakan.
Tapi novel ini juga memiliki kelebihan dibanding novel penulis lainnya yang sudah aku baca. Kalau di Grey Sunflower, gaya penulis bercerita belum dapat feel-nya. Ibarat kalau akting, cuma sekedar hapal naskah saja, tapi tidak menjiwai perannya. Berbeda dengan novel ini. Diksinya lebih baik lagi, dan terasa banget feel-nya. Ada beberapa part yang bikin aku berkaca-kaca. Konfliknya bukan cuma ada satu saja, tapi tiga, dan diselesaikan satu per satu oleh penulis sebelum masuk ke konflik yang paling wow. Konflik pertama yaitu Ingga dan trauma masa lalunya, konflik kedua persahabatan Kale dan Eras dan siapa yang dipilih Ingga, dan konflik terakhir yang berkaitan dengan kejadian empat tahun lalu yang membuat Ingga kehilangan ingatannya. Apakah aku penasaran saat membaca bab-bab awalnya? Iyalah penasaran. Bahkan sampai mendekati endingnya, aku nggak bisa menebak bagaimana akhir ceritanya, sampai aku dibuat ternganga sendiri dengan akhirnya. Happy ending or sad ending? Hmmm rahasia, harus baca sendiri. Kalau ditanya lagi aku pilih Eras atau Kale, hmmm sepertinya dari awal Kale menang banyak poin, tapi di pertengahan Eras mulai bisa mengejar poin Kale. Saat aku mulai pro ke Kale, masa lalu Eras yang terungkap membuat aku juga bisa memaklumi sikap dingin Eras.
Ini sedikit kutipan dari Forever Monday:
Cinta tanpa alasan itu cuma cocok untuk novel atau film roman. Bukan di dunia nyata. Dunia nyata butuh logika. Hal 24
Kamu tidak bisa menghancurkan hati yang sudah hancur. Hal 48
Menunggu belum pernah sedamai itu di ingatannya. Hal 66
Jadi, bagaimana kamu bisa mengambil sesuatu yang bukan milikku? Hal 67
Cinta dan kasih sayang itu hanya dua hal fantasi yang tidak pernah memberikannya kenangan manis. Hal 137
Bagi kalian yang suka dengan cerita yang bisa mengaduk-aduk emosi, novel ini bisa dijadikan pilihan. Dengan catatan, bacanya jangan sedang dalam keadaan galau.
3 of a 5 Stars
0 komentar:
Posting Komentar