Judul: Lara
Penulis: Sybill Affiat
Penerbit: Stiletto Book
ISBN: 978-602-7572-38-6
Tebal Buku: 234 halaman
Tahun Terbit: 2015
SINOPSIS:
"L-a-r-a? Tolong aku?!"
Tampilan layar komputer memuculkan sosok perempuan yang berwajah putih pucat. Rambut panjang kusut masai menutup sebagian wajahnya yang semakin mendekat, hingga hanya tampak sepasang mata yang terus menatap dengan sorot dingin dan hampa. Lara menjerit sekencang-kencangnya dan menutup komputernya dengan sekali hempasan.
Namaku Larashinta. Panggil aku Lara.
Aku benar-benar tak mampu lagi menyangkal perasaan aneh yang semakin berat menggelayuti hati dan pikiran. Aku merasa seperti mengambang dan tidak berada di dalam kehidupanku. Aku bahkan tidak bisa mengingat jadwal kuliah dan tugas-tugasku. Aku benar-benar terasing, seolah hidup sendirian di dunia ini. Aku tidak bisa bertemu dengan sahabat dan teman-temanku, aku yang tidak bisa mengobrol santai dengan mbak Saras, kakakku.
Situasi ini membuatku frustasi. Rasanya bagaikan berjalan di atas bumi yang kehilangan daya gravitasi. Segala usaha yang aku lakukan untuk menjejakkan kaki di atas daratan terasa sia-sia. Apa yang sebenarnya terjadi padaku?
Aku sering bertanya, mengapa semua kebahagiaan dituangkan di awal kalau kemudian harus sirna?
Bab I novel ini berhasil menarik perhatianku. Novel ini menggunakan first POV dengan Lara sebagai tokoh utamanya. Saat Lara terbangun di tempat asing, aku sedikit bisa menebak dia tengah berada dimana. Dikuasai rasa penasaran membuatku ingin terus membaca novel ini sampai mendapatkan jawabannya. Kesan dark dari novel ini sangat terasa, bikin merinding, dan seolah ikut dicekam rasa sepi yang teramat sangat. Aku juga jadi bisa membayangkan keadaan rumah Lara, gelap dan sepi. Nggak kebayang gimana seandainya ada di posisi Lara. Siang tadi masih berada di kantin kampus, tapi sorenya tiba-tiba sudah terbangun di ruang keluarganya. Melihat kakaknya mondar-mandir dalam keadaan aneh, tapi dia tidak bisa berkomunikasi dengan kakaknya. Belum lagi saat berpapasan dengan asisten rumah tangganya yang selalu menatapnya dengan ekspresi terkejut. Kebigungan Lara dengan apa yang sudah menimpanya menular juga ke aku sebagai pembaca. Ini ada apa siiiih sebenarnya?
Ceritanya tidak hanya berpusat pada apa yang terjadi dengan Lara saat ini. Tapi Lara juga menceritakan ingatan masa lalunya, saat ayahnya masih ada. Dan perubahan sikap ibunya, begitu sang ayah meninggal. Karena perubahan sikap ibunya yang menjadi dingin, Lara dan Saras kehilangan kasih sayang, mengakibatkan mereka jadi lebih sering menghabiskan waktu dengan clubbing ketimbang di rumah, sebagai bentuk pemberontakan mereka. Lara bahkan memilih berpacaran dengan seorang pecandu narkoba, dan Saras harus menyimpan rahasia besar di Singapura.
Tapi aku memang kebingungan dengan alur maju-mundurnya. Kurang rapih menurutku, apalagi kalau bacanya tidak konsen, akan beberapa kali membuka halaman sebelumnya karena merasa ada yang kosong atau kurang mengerti. Memasuki pertengahan cerita, aku mulai paham, dan sedikit menebak-nebak. Dan memasuki ending, aku mulai merasa lega karena rasa penasaran yang ditahan-tahan akhirnya terjawab juga. Syok dengan keadaan Lara sebenarnya, dan nasib Saras. Rasa haru juga saat rahasia yang disimpan Saras terbongkar.
Membaca novel ini harusnya bisa menjadi pelajaran untuk para wanita yang kehilangan suaminya untuk tidak terlalu larut dalam duka seorang diri. Seperti apa yang terjadi pada Lara dan Saras, yang juga ikut kehilangan kasih sayang ibunya, saat ayah mereka meninggal. Terlalu larut dalam duka, si ibu malah lupa dengan kewajibannya. Bukan hanya mencukupkan anak-anaknya dengan materi, tapi juga dengan kasih sayang.
Keseluruhan ceritanya bagus. Setelah melewati jalan berliku, penulis berhasil mengantarkan pembacanya ke tujuan akhir cerita. Seandainya alur maju-mundurnya lebih rapih, mungkin aku bisa menambahkan satu bintang untuk novel ini.
3 of a 5 Stars
0 komentar:
Posting Komentar