“We
are all strangers until we meet.”
Jatuh cinta dan bertemu
denganmu tidak ada dalam rencana perjalananku. Namun, di perjalanan sejauh ini,
kamulah hal terbaik yang terjadi kepadaku. Aku menebak-nebak di mana akhir
senyum manismu yang menghangatkan.
Hal paling menyakitkan
dari jatuh cinta adalah kehilangan setelah memilikinya. Karena itulah, aku
tidak berani berharap banyak. Kita hanyalah dua orang asing di tempat asing.
Akan lebih banyak risikonya jika aku memutuskan untuk jatuh cinta.
Jika aku tidak menjadi
bagian dalam sisa perjalanan hidupmu, bisakah kamu mengingatku sebagai bagian
terbaiknya? Aku tidak berani menanyakannya karena diam-diam kutahu tujuan
terakhir kita ternyata tak sama.
Kita kemudian bukan
lagi dua orang asing di negeri asing. Namun, mengapa sakit ketika mengingat
ternyata rasa ini terasa lebih asing daripada sebelumnya?
***
Audy dan Ibi bertemu di
Paris, kota yang menyimpan banyak pesona cinta. Karena impulsif, Ibi mengikuti
Audy melakukan perjalanan keliling Eropa. Entah di Praha, Roma atau Venezia,
mungkin di sanalah cinta menyapa. Namun, apakah kebersamaan singkat itu berarti
banyak jika sejak awal tujuan akhir mereka ternyata tak sama?
Judul:
Sunset Holiday
Penulis:
Nina Ardianti dan Mahir Pradana
Editor:
Alit Trisna Palupi
Penerbit:
GagasMedia
Tebal
buku: 470 halaman;13x19 cm
Tahun
Terbit: 2015
Kategori:
Fiksi, Romance
“Mungkin,
aku perlu melihat sejauh mana perasaan suka akan dirinya akan tetap tinggal di
dalam diriku.” Audy – Hal 139
Bagiku,
titik balik bagi diriku adalah dua minggu perjalanan keliling Eropa… bersama
seorang gadis. Ibi – Hal 428
Ceritanya let it flow banget. Ini pertama kali aku
baca karya Mahir Pradana, jadi belum paham juga ciri khas-nya menulis itu
bagaimana. Mbak Nina sih gaya menulisnya tetap sama saja, cuma mungkin kadar
juteknya yang nggak ada. Tapi aku nggak mempermasalahkan hal itu, karena sebagai
novel duet, kedua penulis berhasil menyeimbangkan cerita dan karakternya.
Audy yang bawel, ceplas
ceplos, punya rasa ingin tahu yang cukup besar dan polos, bertemu dengan Ibi
yang kalem-kalem menghanyutkan lah. Dibilang cool, nggak juga, karena nggak
jarang sifat jahilnya keluar. Tapi sangat bisa diandalkan di saat-saat yang
tidak terduga. Berawal dari pertemuan tak sengaja, yang membuat Ibi memutuskan
untuk ikut dengan Audy dalam Eurotrip yang sudah direncanakan dari jauh-jauh
hari. Dimulai dari kota Paris, Amsterdam, Munich, Berlin, Praha, Venezia,
tiba-tiba putar arah ke Roma, Barcelona, mendadak ke Madrid karena Audy
kecopetan dan kembali lagi ke Paris. Seru aja mengikuti perjalanan mereka
berdua, karena selalu diselingi komentar-komentar saling sindir tapi manis.
Tapi latar belakang
tempat-tempat yang dikunjungi Ibid an Audy memang tidak terlalu digambarkan
secara detil. Dan aku sebenarnya lebih menyukai cara menulis yang seperti itu.
Cukup digambarkan sepintas saja, tidak perlu secara mendetil, yang penting inti
ceritanya. Kemana penulis akan membawa kisahnya, dan chemistry antar kedua
tokohnya. Dari awal chemistry antara Audy dan Ibi sudah kerasa. Mungkin karena
dua penulisnya adalah sepasang kekasih, jadi chemistry-nya menular juga ke
kedua tokoh utamanya.
Jalan ceritanya manis,
semanis tokoh Ibi-nya mungkin. Jaman sekarang gitu lho, masih ada juga
laki-laki baik seperti Ibi, yang mau menemani Audy dalam Eurotrip dan banyak
memberikan bantuan, tulus, ikhlas, tanpa menuntut balasan. Kita nggak akan
menemukan konflik berat. Selama membaca aku ikut arus dua penulisnya aja deh,
kemana mereka akan membawa kita pada akhir cerita. Tapi tetaplah penasaran
bagaimana kelanjutan hubungan Audy dan Ibi nanti setelah Eurotrip Audy
berakhir. Banyak scene yang bikin aku senyum-senyum sendiri, banyak pula dialog
yang bikin aku ketawa ngakak. Entah dialog antara Audy dan Ibi, antara Ibi dan mamaknya,
atau monolog Audy dan Ibi. Sesuai ekspektasi aku lah novel ini. Aku masih tetap
memfavoritkan karya-karya mbak Nina, dan aku jadi penasaran ingin membaca karya
lainnya Mahir Pradana.
4
of a 5 Stars
0 komentar:
Posting Komentar