Kismet//Takdir//Destiny. Kata yang melibatkan semacam rahasia
kosmik, yang memberi letupan kejutan di sana-sini dalam hidup seseorang,
menggiringnya ke tempat ia seharusnya berada.
Konsep itu menggelikan bagi Alisya.
Tetapi ketika di tengah hiruk pikuk New York City ia bertemu
dengan Cia, perempuan yang seketika menjadi sahabatnya, Alisya bertanya apakah
takdir sedang bekerja?
Lalu muncul Raka, satu-satunya cowok yang bisa membuat Alisya
jatuh cinta. Lelaki yang, lagi-lagi, dibawa takdir masuk ke hidupnya.
Sayangnya, takdir yang satu ini berpotensi menghancurkan persahabatannya dengan
Cia. Jadi, mana yang harus ia pilih?
Orang bilang persahabatan itu kekal, untuk seumur hidup.
Namun, bukankah cinta sejati juga demikian?
Judul: Kismet
Penulis: Nina Addison
Editor: Dini Novita
Sari
Ilustrasi Sampul: Alfi
Zachkyelle
Ilustrasi Naskah &
Foto: Nina Addison
Penerbit: PT Gramedia
Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2015
ISBN: 978-602-03-1487-7
Rate: 3,5 of a 5 Stars
Kalau dilihat dari sinopsis, mungkin calon pembaca akan
mengira kalau ada unsur cinta segitiga di dalamnya. Tapi menurutku bukan pure cinta segitiga juga sih.
Alisya dan Cia memulai persahabatan mereka di musim gugur
delapan tahun yang lalu di New York City. Dari pertemuan tak sengaja setelah
Cia secara tidak langsung menolongnya, mereka menjadi roommate yang kemudian berkembang menjadi hubungan persahabatan.
Bisa dikatakan, mereka berdua adalah dua sosok dengan sifat bertolak belakang,
tapi bisa nyambung dan kompak. Alisya yang picky,
dan Cia yang mudah berganti pasangan. Alisya yang tidak percaya takdir, dan
Cia yang mati-matian percaya dengan ‘sesuatu’ yang sudah ditakdirkan, termasuk
pertemuannya dengan Alisya. Kesamaan
mereka berdua adalah, mereka sama-sama anak gadis yang ‘kabur’ dari rumah
karena bentuk protes pada keluarga. Suka duka mereka lalui bersama. Saling
mendukung satu sama lain. Hingga mereka membuat perjanjian untuk selalu berbuat
kebaikan, sekecil apa pun itu, di hari ulang tahun mereka –yang lagi-lagi
kebetulan cuma beda sehari-. Mempertemukan Alisya dengan Mr. Gajah. Pelanggan
di bar tempat Alisya bekerja, yang juga kebetulan berdarah Indonesia. Mr. Gajah
enggan menyebutkan nama aslinya sampai di pertemuan selanjutnya dan mati-matian
meminta Alisya untuk bertemu dengan adiknya. Tapi sampai di hari perjanjian
mereka, baik Mr. Gajah maupun adiknya tidak pernah menepati janji. Masalah lain
mendera Cia. Dia hamil dan kekasihnya enggan bertanggung jawab. Cia memutuskan
untuk pulang kembali ke keluarganya di Jakarta yang sudah lama dia tinggalkan.
Meninggalkan Alisya sendiri di New York. Hingga lima tahun berlalu dan Alisya
sudah berhasil mewujudkan mimpinya. Waktu membawanya kembali ke Jakarta,
menemui Cia dan Hope, putrinya. Dan mempertemukan dirinya dengan Raka. Lelaki
yang dari awal pandangan mereka bertemu, sudah membuat dadanya berdebar. Raka
pun menunjukkan perasaan yang sama. Tapi sayang untuk Alisya, karena Cia dan
Hope juga mengharapkan Raka menjadi bagian keluarga kecil mereka.
Novel ini jadi karya pertama penulis yang aku baca, dan aku
suka. Tema cerita yang not too
complicated di awalnya karena menggambarkan ikatan persahabatan yang kuat
antara Alisya dan Cia. Kehidupan mereka yang sederhana, bagaimana mereka
menjalani hari mereka, bagaimana mereka saling menyayangi dengan cara mereka
sendiri, saling mendukung dalam mencapai impian masing-masing. Sama-sama
berjuang dan bertahan di tengah-tengah hiruk pikuk Kota New York. Sederhana
tapi bermakna.
Munculnya tokoh Raka dan hubungannya dengan Mr. Gajah,
menambah kejutan dan warna dalam cerita serta menjadi konflik utama cerita.
Sumpah deh, Raka emang bikin meleleh. Bukan karena romantisnya, tapi
gerak-gerik dan sikapnya selama berada dengan Alisya. Nggak heran kalau Cia
juga jatuh hati padanya, karena Raka juga begitu manis dan cepat akrab dengan Hope
anaknya. Selain Raka ada juga tokoh Ethan, adiknya Alisya, yang mampu
menetralisir keadaan. Menenangkan dengan caranya sendiri. Make me wonder kalau mbak Nina ada niat nggak bikin kisah Ethan di
novel selanjutnya.
Aku biasanya mudah bosan dengan cerita yang ringan. Yang dari
cerita awal menuju konfliknya kelamaan. Tapi nggak dengan Kismet yang menarik
karena gaya bahasa mbak Nina yang ringan dan monolog Alisya yang kadang lucu.
Ringan tapi bertaburan quotes penuh
arti dan beberapa diantaranya menjadi favoritku. Yaitu:
- Jangan paksa hati lo melakukan sesuatu yang lo nggak ingin.
Hal 59
- Bukan karena aku takut pada komitmen, but simply because he never
had my heart. Hal 62
- Like my world is in perfect harmony. Hal 71
- Tapi ketika kita sudah dewasa, apa sih anti bertambah umur
selain tanggal expired yang semakin
dekat? Kalau ada yang bisa kita rayakan, itu adalah menjadikan keberadaan kita
di dunia ini jadi lebih berarti. Hal 75
- Well, I think
worrying is what mothers do. She can’t help it. And dad tend to give tough
love. Hal 85
- Because my wife is
the love of my life. Hal 87
- Mereka percaya bahwa bahasa adalah aset dalam hidup. Hal 89
- Home has never been a
house or a place. And friendship are even rarer than red diamonds. Hal 111
- Only a fool won’t
act. Hal 224
- Time is irrelevant in
this matter. I can’t explain it logically. When you feel it, you feel it.
Hal 240
- ‘Almost is never
enough’ is it? Hal 243
- You can’t force love
to exist or to non-exist. Just deal with it when it happened. Hal 256
- The thing about love,
it requires hard work to maintain it. Because in love, people are constantly
changing. That’s just what life does to us, it changes us. Hal 259
- You will never know
unless you try. Hal 262
- It’s not the end of
the world. There is still a hope. Hal 273
- Cinta sejati itu penuh bompel-bompel, growakan, tambalan
sana-sini, retak sana-sini. But guess
what? Ketika dia masih bernyawa, dia akan tambah kuat selepas tiap cobaan
yang datang. Hal 278
- Kismet. What a funny
word. Even funnier concept. Hal 285
- But even the memory
of you was just too damn stubborn. You always found a way to haunt inside my
head. Hal 289
Sayangnya, menurutku porsi Raka kurang banyak di novel ini.
Telat munculnya, jadi begitu cerita berakhir aku belum puas. Intermezzo
persahabatan Alisya dan Cia malah menurutku kepanjangan dan hampir mendominasi.
Deskripsi kota New York juga kurang porsinya. Cerita seolah memang hanya
terpusat pada persahabatan Alisya dan Cia saja. Dari keseluruhan ceritanya,
koneksi antar tokoh, aku malah jadi menarik kesimpulan kalau kebetulan dan
takdir itu hampir mirip. Belum lagi pertanyaan sepele di part Raka yang tanpa
sengaja melihat payung lipat milik kakaknya ada pada Alisya. Kok bisa sebuah
payung lipat bisa bertahan selama lima tahun tanpa ada kerusakan. Antara dua
aja sih, pabrikannya yang bagus atau payungnya yang memang nggak pernah dipake. Dan bisa aja yah si Alisya
kepikiran membawa payung lipat dari New York ke Jakarta.
Tapi seperti yang sudah aku bilang tadi, kalau gaya bahasa mbak
Nina memang ringan. Karena ringan dan enak diikuti, aku jadi teralihkan.
Pertanyaan sepele itu justru muncul setelah aku selesai membaca ceritanya.
Kesimpulannya, aku benar-benar menikmati ceritanya dan suka
dengan cara mbak Nina mengemas ceritanya dan mengangkat takdir sebagai topik
utama.
Life may bring you wrong turns, but destiny will take you
there.
0 komentar:
Posting Komentar