Bersamamu, cinta menjadi sangat sederhana...
Jagad Arya dan Paras
Ayunda mendapatkan kehidupan yang mungkin diharapkan oleh semua pasangan
pengantin baru. Segera setelah menikah, mereka tinggal di rumah bernama
Mahogany Hills, di pelosok pegunungan Sukabumi yang sejuk dan indah. Yang membedakan
Jagad dan Paras dengan pasangan pengantin lainnya adalah mereka menikah bukan
karena cinta. Baik Jagad maupun Paras punya rahasia yang mereka pendam. Kesepian,
amarah, dan penyesalan bercampur aduk dengan rasa rindu dan kata cinta yang tak
pernah terucapkan. Semua itu senantiasa menggelayuti Mahogany Hills.
Dengan cara
masing-masing, Jagad dan Paras berjuang untuk menghadapi satu pertanyaan yang
harus mereka jawab: sanggupkah mereka bertahan dalam pernikahan yang tak
sempurna itu?
Judul:
Mahogany Hills
Penulis:
Tia Widiana
Desain
Cover: Cynthia Yaneetha
Penerbit:
PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal
Buku: 344 halaman ; 30 cm
Tahun
Terbit: 2013
ISBN:
978-979-22-9584-9
Kategori:
Romance, Amore
Rate:
4 of a 5 Stars
Ada empat unsur yang
sering kita lihat di film atau drama ada di novel ini. Perjodohan, pernikahan
tanpa cinta, dan yang dua sisanya tidak akan aku sebutkan demi menghindari spoiler. Kita akan bertemu dengan Paras
yang memiliki stok sabar berlebihan, dan Jagad yang merasa memiliki harga diri
yang begitu tinggi, hingga dia merasa kalah di ronde pertama pertarungan dengan
keluarganya karena menyetujui perjodohan tersebut.
Bisa dibilang kalau
Paras dan Jagad ini sama-sama bego. Kenapa bisa begitu? Di dunia ini, sekali
pun kita sebagai perempuan begitu mengagumi dan mencintai seorang lelaki sejak
lama, tapi kalau yang kita terima sebagai imbalan hanya berupa kata-kata kasar
bahkan sampai menjatuhkan harga diri sampai ke lapisan bumi paling bawah, si
sabar ini lama-lama bakal nyerah juga. Itu yang terjadi pada Paras. Melupakan segala
sakit hati yang disebabkan Jagad dengan harapan Jagad bisa balas mencintainya. Sementara
Jagad, yang tidak memungkiri hatinya kalau dia juga tertarik pada Paras, tapi
lebih mementingkan egonya. Tidak terima dengan keputusan orangtuanya, Jagad
justru membalasnya pada Paras. Dengan harapan Paras akan menyerah dengan
pernikahan ini, dan mengajukan gugatan cerai. Padahal dia sendiri juga tersiksa dengan perasaannya. Tapi yang namanya hati, tidak
bisa dibohongi. Ratusan kali menyangkal, tapi ratusan kali pula Jagad harus
mengakui kalau dia mulai jatuh cinta pada Paras.
Bukan cuma Paras yang
harus bersabar dengan Jagad. Kita sebagai pembaca juga bakalan harus berapa
kali mengelus dada. Untungnya penulis mengemas cerita dengan menarik. Dari cara
penulis bercerita, diksinya, dan penggambaran latar tempat tinggal Paras dan
Jagad –keindahan Mahogany Hills-. Sebelumnya, aku pernah membaca novel dengan
tema yang sama, tapi aku kurang merasakan feel-nya.
Berbeda dengan novel ini yang menggunakan 3rd
PoV, tapi bukan hanya dari sudut pandang Paras seorang saja, tapi juga sudut
pandang seorang Jagad. Kita sebagai pembaca jadi bisa tahu apa yang ada di
pikiran Jagad dan perasaannya terhadap Paras.
Aku bisa merasakan feel dan emosi yang coba dibawa penulis.
Ikutan sedih, sakit hati dan pilu saat Paras diperlakukan kasar dan dianggap
seperti tidak ada oleh Jagad. Jadi pengen menggetok kepala Jagad dengan martil,
supaya dia bisa sadar secepatnya, bagaimana hebatnya perempuan yang sudah
menjadi istrinya itu. Tapi begitu keadaan berbalik, aku malah jadi iba pada
Jagad. Yah, Tia memang berhasil membuat hati dan perasaanku sebagi pembaca jadi
jungkir balik. Belum lagi dibikin mupeng dengan kemampuan Paras dalam hal
memasak. She really make me jealous hehehe.
Munculnya orang ketiga dalam hubungan Paras dan Jagad semakin memperuncing
konflik, walau si orang ketiga ini nggak sebegitu menggigit juga sih.
Aku sempat
bertanya-tanya, kenapa halaman novel ini bisa setebal itu, padahal belum sampai
setengah halaman, Jagad sudah mulai mengakui perasaannya dan ingin meminta
kesempatan kedua pada Paras –so I thought
that the story would be end-. Tapi kejutan selanjutnya terjadi, membuatku
mengerti kenapa halamannya masih banyak. Meski ada kejanggalan mendekati ending
cerita dan masih ada beberapa ‘kegagalan’ penulisan dalam bentuk typo, but I really enjoy reading this book from
the beginning till the end.
Pesan moral yang aku tangkap
dari novel ini adalah kita nggak akan pernah bisa menghindar kalau hati kita
sudah memilih untuk jatuh pada seseorang. You
won’t feel it, until you lost it.