13 Agustus 2015

Angin Bersyair's Review

Diposting oleh Mellisa Assa di 1:46:00 PM
Penulis: Andrei Aksana
Editor: Hetih Rusli
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 216 halaman;20 cm
Tahun Terbit: 2014
ISBN: 978-602-03-1158-6
Kategori: Romance, Novel Sastra




SINOPSIS:
Berbekal secarik kertas aku berangkat. Dituliskan begitu tergesa oleh Kiev, arsitek yang menjadi kekasihku, di atas selembar kertas yang sembarang dirobek. Alamat tanpa nama jalan dan nomor, membawaku menjelajahi Ubud.

Di sanalah aku memulai titik nol. Membaca isyarat-isyarat alam yang disampaikan sawah, sungai, lembah. Mempertemukanku dengan Raka, dosen seni dan pelukis, yang mengajariku tentang ketabahan yang sederhana, dan Nawang, dunia yang diam, yang memperkenalkanku kepada angin.
Jawaban yang kucari malah menuntunku menemukan kertas-kertas yang lain. Rahasia-rahasia, yang dikisahkan angin ....

***

Novel sastra biasanya not a cup of my tea. Tapi aku larut dan terbuai dalam tiap untaian kalimat yang ditulis Andrei. Dan novel ini juga jadi karya pertama penulis yang kubaca.

Angin Bersyair mengisahkan kisah sepi milik Sukma. Yang menjalin hubungan terlarang dengan Kiev, bos-nya yang sudah memiliki istri. Kiev sanggup memenuhi segala keinginan Sukma, terkecuali satu yaitu pernikahan.
"Apa pun akan kulakukan untuk membahagiakanmu, begitu katanya. Kecuali mengawinimu." Hal 23.

Saat hadiah ulang tahun dalam bentuk secarik kertas yang bertuliskan sebuah alamat diberikan Kiev untuk Sukma, disitulah kehidupannya berubah. Alamat yang diberikan Kiev membawa Sukma ke Ubud. Membuatnya bertemu Raka dan Nawang. Dua orang yang perlahan mengubah hidupnya, yang membawanya menelusuri sejarah Ubud. Raka yang membuatnya kembali menemukan cinta dan merasa dicintai hingga pada akhirnya dia sanggup melepas cintanya untuk Kiev. Nawang yang mencinta dalam diam.

Bertabur kalimat indah, beberapa diantaranya menjadi favoritku. Yaitu:
- Tidak seorang pun di dunia ini, tidak juga aku, yang akan menolak untuk pergi ke Nirwana. Hal 20
- Padahal bukankah menjalani kenyataan betapa pun pahitnya masih lebih baik daripada berjalan di atas mimpi indah yang tak pernah bisa kamu miliki? Hal 23
- Ketika seseorang memanggil namamu, dan kamu merasa begitu tergetar karenanya, kamu tahu bukan hanya suaranya yang masuk ke telingamu. Hal 23
- Ia telah memanggilku tepat sampai ke titik terlemah di lubuk hatiku. Hal 23
- Hujan janganlah menjadi pertanda bagi air mata yang akan menitik ... Hal 25
- Malaikat ada dimana-mana. Kita hanya perlu jiwa yang bersih untuk menemukannya. Hal 27
- Ketulusan hanya punya satu bahasa. Hal 28
- Gembira itu sederhana. Hanya dengan menyederhanakan hidup. Hal 30
- Perlukah keputusan dibedakan salah atau benar, jika keduanya tetap akan membawamu menemukan kebenaran? Hal 39
- Kalau waktu pun tak lagi kau punya, tak ada apa pun lagi yang kau punya. Hal 55
- Diam pun bisa melukai. Karena kata-kata pun tak berhak menjadi milikmu. Hal 62
- Kepada angin yang berdesau, yang menceritakan kenangan, pahit, dan manis, aku telah berdamai dengan semuanya. Hal 64
- Ada indah yang hanya bisa kau abadikan di detak jantungmu. Hal 78
- Lebih dari tempat kau simpan harapanmu, lebih dari tempat kau tumpuk hasratmu, yang menyemburat, yang memercik, deras atau menetes, dangkal atau dalam, tempat ilusi dan emosi menemukan pintu. Di sanalah kau mengajakku masuk. Hal 79
- Bahagia memang harus diperjuangkan untuk menang. Hal 98
- Hati yang bersih adalah benih, perlu hari demi hari menumbuhkan. Hal 111
- Pagi adalah caraku mengatakan aku selalu ada untukmu. Hal 118
- Barangkali hidup harus seperti busur jangka, satu poros sebagai tumpuan, lalu berputar mengelilingi, hingga kembali ke titik pertama ketika semua dimulai, mempertemukan awal dan akhir, untuk mendapatkan lingkaran yang utuh. Hal 189
- Aku merasakan kesunyian itu, keheningan yang membuatmu bermimpi, tentang memiliki yang tak pernah dapat digenggam, tentang kehilangan tanpa pernah menemukan. Hal 196
- Karena aku adalah kamu, kamu adalah bagian diriku, yang menemukan dan mencari, dan memilih lelaki yang sama. Hal 197
- Terima kasih telah menyederhanakan hidupku. Terima kasih telah menyembuhkanku dengan caramu. Kamu membuatku menemukan sunyi dan bahagia. Hal 199
- Jika memiliki adalah melepaskan, aku telah melakukannya. Meninggalkanmu tak membuat waktu ikut pergi. Karena ternyata aku berhenti di sini, di kurun masa ini, tetap mengenangmu. Hal 203
- Angin bertiup kesana kemari, kamu tidak boleh percaya pada sesuatu yang tidak dapat digenggam. Hal 206
- Aku biarkan sungai mengalir deras dari mataku, membebaskan tangis yang sudah lama kukhianati. Hal 209

Ikut sedih untuk Sukma. Betapa yah kisah cintanya harus penuh liku seperti itu. Dengan Kiev, terhalang karena Kiev yang masih memiliki istri. Dengan Raka, pria yang tenang, tabah dan sederhana, tapi terhalang perbedaan adat dan budaya yang tidak bisa dianggap remeh oleh Sukma. Selain menceritakan kisah cinta Sukma, novel ini juga merincikan detail sejarah, budaya dan keindahan Ubud. Membuat aku yang belum pernah menginjak pulau Dewata jadi semakin penasaran. Tapi di pertengahan aku agak stuck, karena Andrei Aksana rupanya terlalu asyik menjabarkan kebudayaan Ubud dan mungkin lupa dengan kisah Sukma.

Tapi secara keseluruhan aku menyukai novel ini yang dikisahkan dengan tenang, detail dan bahasanya tidak bertele-tele. Dan pastinya aku juga akan mulai mengincar karya penulis yang lainnya.

3 of a 5 stars

0 komentar:

Posting Komentar

 

Mells Book's Shelves © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor